Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman optimistis swasembada pangan bukanlah mimpi alias isapan jempol semata, melainkan dapat segera terwujud. Adapun strateginya untuk mewujudkan swasembada pangan, yaitu melibatkan petani milenial dengan dukungan mentor dan pendamping yang siap membantu mereka mengelola usaha tani modern di 12 provinsi.
“Kunci keberhasilan swasembada pangan terletak pada generasi muda. Dengan keterlibatan petani milenial, teknologi modern, dan sumber daya alam yang kita miliki, saya yakin kita bisa melampaui target,” kata Mentan Amran dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (21/11/2024).
Amran menjelaskan, Brigade Swasembada Pangan akan beroperasi di 12 provinsi strategis yang menjadi wilayah optimalisasi lahan rawa (OPLAH), yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. Pada tahun 2024, Kementan telah berhasil menggarap 350 ribu hektare (ha) lahan OPLAH, yang kini siap mendukung peningkatan produksi beras nasional.
Setiap brigade terdiri dari 15 petani milenial yang akan mengelola lahan seluas 200 ha secara terstruktur dan terintegrasi. Untuk tahap pertama, brigade pangan akan didukung oleh 400 pendamping yang merupakan para pegawai Kementan terpilih, serta 50 mentor yang terdiri dari penyuluh, dosen, guru, dan widyaiswara.
“Brigade Swasembada Pangan ini adalah langkah strategis untuk mengoptimalkan lahan rawa. Dengan tata lahan dan tata air yang baik, serta pendampingan intensif, kita dapat meningkatkan produktivitas hingga tiga kali tanam setahun,” jelasnya.
Amran pun menekankan pentingnya pendampingan yang efektif untuk memastikan keberhasilan petani milenial. “Kalian (petani milenial) adalah agen perubahan. Masa depan pertanian ada di tangan kalian,” kata Amran.
Amran berjanji akan rutin memantau kerja Brigade Swasembada Pangan di lapangan. Dirinya menyebutkan tolak ukur keberhasilan para pendamping dan mentor adalah apabila brigade pangan binaannya bisa meningkatkan produktivitas padi minimal 5 juta ton per ha dan pendapatannya bisa di atas Rp10 juta per bulan.
“Kalau mereka tekun dan bekerja keras, bukan tidak mungkin pendapatannya bisa mencapai Rp20 juta. Dengan pendapatan yang di atas pendapatan kantoran biasa, mereka akan semangat menjadi petani. Brigade pangan ini hanya awal karena selanjutnya kita akan arahkan mereka untuk menjadi pengusaha. Sehingga penting untuk membekali mereka dengan pengetahuan korporasi,” ujarnya.
Setiap brigade akan mendapatkan bantuan hibah sebesar Rp3 miliar berupa alat dan mesin pertanian, serta benih unggul untuk mendukung kegiatan mereka. “Semua fasilitas sudah kami siapkan. Tidak ada alasan untuk gagal. Dengan kerja keras, Indonesia tidak hanya swasembada, tetapi juga bisa menjadi lumbung pangan dunia,” pungkas Amran optimistis.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyuluhan dan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Idha Widi Arsanti menyampaikan, saat ini sudah terbentuk lebih dari 1.500 brigade pangan yang tersebar di 12 provinsi. Setiap pendamping bertanggung jawab mengadovakasi lima brigade pangan.
Perempuan yang akrab dipanggil Santi itu menyebutkan workshop ini diharapkan dapat memberikan pelatihan kepada ASN dan mentor dalam mengelola pendampingan Brigade Pangan secara efektif.
“Melalui workshop ini, para calon pendamping setidaknya bisa memahami dan menerapkan konsep pertanian modern di wilayahnya masing-masing, mulai dari penggunaan varietas unggul bersertifikat dan pemanfaatan alat dan mesin modern, hingga hilirisasi dan pengelolaan kawasan secara terintegrasi dan terstruktur,” tuturnya.