
Nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung mengalami pelemahan pada sore hari ini, Senin (10/2/2025).
Dilansir dari Refinitiv, pada 10 Februari 2025 pukul 17:12 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang paling tertekan di Asia terhadap dolar AS sebesar 0,68%, kemudian yen Jepang ambruk 0,57%, begitu pula rupiah Indonesia terdepresiasi 0,43%.
Sementara won Korea Selatan menguat 0,22% dan rupee India juga terapresiasi 0,18%.
Mayoritas mata uang di Asia mengalami koreksi di tengah indeks dolar AS (DXY) yang tampak mengalami kenaikan. DXY tampak menguat sebesar 0,17% di angka 108,22. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (7/2/2025) yang berada di angka 108,04.
Pasar saat ini berekspektasi perihal kenaikan yang signifikan soal inflasi setelah dirilisnya data awal Michigan Consumer Sentiment. Ekspektasi inflasi untuk satu tahun ke depan melonjak menjadi 4,3%, tertinggi sejak November 2023, naik dari 3,3%. Ini merupakan kelima kalinya dalam 14 tahun terakhir di mana ekspektasi inflasi setahun ke depan meningkat sebesar satu poin persentase atau lebih dalam satu bulan.
Banyak orang kini khawatir inflasi tinggi bisa kembali dalam satu tahun ke depan. Sementara itu, ekspektasi inflasi jangka panjang juga mengalami sedikit kenaikan menjadi 3,3%, tertinggi sejak Juni 2008, naik dari 3,2%.
Tidak sampai disitu, kebijakan tarif dari Presiden AS, Donald Trump juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pasar.
Ia mengungkapkan pada Minggu (9/2/2025) bahwa akan umumkan tarif baru 25% pada pekan ini. Hal ini berlaku untuk semua impor baja dan aluminium ke Paman Sam, dalam perombakan kebijakan “bea masuk logam” besar-besaran yang dirinya lakukan.
Trump, berbicara kepada wartawan di Air Force One dalam perjalanannya ke NFL Super Bowl di New Orleans, juga mengatakan bahwa ia akan mengumumkan tarif timbal balik pada hari Selasa atau Rabu, yang akan berlaku segera. Ia mengatakan AS akan menyamakan tarif yang dikenakan oleh negara lain dan bahwa ini akan berlaku untuk semua negara.
“Dan sangat sederhana, jika mereka menagih kami, kami menagih mereka,” kata Trump tentang rencana tarif timbal balik, dikutipReuters.
Kedua sentimen tersebut semakin mempertegas bahwa besar kemungkinan terjadi volatilitas yang tinggi akibat kombinasi ekspektasi inflasi yang meningkat serta ketidakpastian kebijakan global. Pelaku pasar perlu waspada terhadap potensi perubahan arah pasar dalam waktu dekat.