Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kecurangan berulang di pemerintahan daerah atau pemda yang tidak pernah berubah sejak dua dekade terakhir. Hal itu mengakibatkan perencanaan dan penganggaran tidak efisien dan tidak efektif memberikan hasil yang menyejahterakan masyarakat.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, setidaknya ada tujuh modus kecurangan penganggaran dan perencanaan yang tidak pernah berubah 20 tahun terakhir itu. Pertama, manipulasi dalam perencanaan dan penganggaran; dan kedua, terkait dengan suap dan gratifikasi.
“Kami masih bisa lihat perencanaan, penganggaran, manipulasi, arahnya ke mana, mau dipotong di mana, kami masih lihat itu. Kemudian yang masih banyak juga suap dan gratifikasi,” ujar Ateh dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).
Modus ketiga, ialah nepotisme dan kronisme dalam pengadaan barang dan jasa serta perizinan; keempat, penyalahgunaan kekuasaan di balik diskresi kebijakan, kelima, penggelembungan harga pada proyek atau pengadaan barang dan jasa, keenam, pungutan liar dalam pemberian layanan atau perizinan, dan ketujuh, manipulasi dalam penatausahaan dan pelaporan keuangan.
“Ini kalau kita lihat modusnya masih sama-sama saja 10-20 tahun lalu berulang-ulang. Akar permasalahannya pun masih sama. Jadi sebenarnya kalau menurut kami di BPKP ini tinggal maunya kita saja komitmen,” ucap Ateh.
Ateh juga menjelaskan, kecurangan itu terjadi selama dua dekade terakhir karena kapabilitas pemerintah daerah dalam mengendalikan kecurangan secara umum masih lemah. Upaya pengendalian kecurangan lebih berorientasi ke penindakan ketimbang pencegahan.
BPKP mencatat proporsi pemda dengan penerapan pengendalian kecurangan yang sudah memadai hanya 9% dari total pemda yang terdiri dari 514 kabupaten/kota tersebar di 34 provinsi. Sedangkan proporsi pemda yang tidak memadai dalam penerapan pengendalian kecurangan mencapai 91%.
“Jadi tinggal masalahnya mau atau tidak dan sekarang. Saya kira saatnya sekarang mau karena Pak Jaksa Agung galak sekali. Jadi mendingan mau ajalah tinggal datang sajalah. Daripada ketemu mereka (Kejagung) mending ketemu BPKP lah,” kata Ateh.
Ateh pun menyarankan supaya mulai saat ini pemda berbenah mengendalikan sistem pengawasan kecurangan perencanaan dan penganggaran. Sebab ia tekankan pada masa pemerintahan Prabowo, Jaksa Agung telah berkomitmen untuk menuntaskan berbagai kecurangan di pemda.
“Ya ini mengingatkan saja. Semua sudah tahu sebenarnya cuma untung-untung-untungan aja ketangkap enggak ketangkep. Jadi makanya saya tidak banyak bicarakan karena sama-sama tahu, kita tahu ngelesnya, sama-sama tahu, tinggal kucing-kucingan saja,” ujar Ateh.